Pembunuh Suami Istri Ingin Minta Maaf: Tapi Apa Mereka Mau Menerima?

TRIBUNMANADO.CO.ID – Minggu (4/1), menjadi hari terakhir bagi Tedy Manoppo (38) dan Yuliana Mokoginta (35) berkumpul bersama keluarga.

Pasangan suami itu harus meregang nyawa di tangan tetangga, Veky Manopo (43) hanya gara- gara masalah pembangunan pagar rumah di Bumi Nyiur Lingkungan III Wanea Manado.

Namun menurut Veky yang menyerahkan diri kepada polisi usai membunuh Tedy dan Yuliana, aksi itu dilakukan lantaran dendam lama.

Sebelum terkapar, Tedy sempat memberi perlawanan. Veky mengibaratkan, Minggu menjelang siang itu adalah waktunya duel parang.

Veky, Senin (5/1) di tahanan Polresta Manado mengaku menyesal. Saat itu mengaku kalap, emosinya yang sudah ada di ubun-ubun, tak tertahan lagi. “Emosi saya sudah di ubun-ubun. Sudah tidak bisa tahan, sudah cukup sabar,” katanya.

Veky mengaku persoalan rencana pembangunan pagar rumah oleh korban hanyalah pemicu adu mulut. Sebelumnya, Veky memiliki masalah dengan korban. Bahkan Veky mengaku selama ini memilih bersabar.

Dan, Minggu (4/1) lalu, Tedy bersama Yuliana datang kembali untuk membicarakan pembangunan pagar rumah yang bakal menutup akses jalan Veky menuju sumur.

Ketika itu, Veky sedang memasang tirai jendela, sementara istrinya mencuci baju.

Tedy dan istri ngotot pagar harus dibangun meski menutup akses jalan. Bahkan ketika itu sudah dihadirkan pemilik awal tanah yang menerangkan adanya perjanjian  soal akses jalan selebar satu meter.

“Saya sampai katakan, kalau orang mati tetap pikul peti jalan di tanah, bagaimana ini mau tutup jalan,” kata dia.

Adu mulut makin panas dan duel pun tak terhindarkan. Menurut pengakuan Veky, saat itu Tedy pulang mengambil parang.

Tedy kemudian datang kembali dan menyerang duluan, namun dia masih bisa mengelak. Kemudian datanglah anak Veky, Rando Manopo mencoba melerai.

Namun malang bagi Rando, menurut Veky, anaknya terkena sabetan parang. Di sinilah emosi Veky memuncak dan balik menyerang menggunakan parang ke Tedy. Korban jatuh dan dia pun leluasa menyerangnya.

Veky merasa belum cukup sehingga dia mengejar Yuliana. dan Veky pun membantai Yuliana di dekat rumah seorang anggota polisi.

“Setelah itu saya menyerahkan parang, mengakui kesalahan sudah bunuh orang, serahkan diri. Kemudian minta tolong anak saya dibawa ke rumah sakit,” ujarnya.

“Saya ada niat minta maaf ke keluarga korban, tapi apa saya dimaafkan. Saya minta ampun kepada Tuhan,” kata dia.

Ia sedih memikirkan nasib istri dan empat anaknya yang bakal ia tinggal nanti ketika menjalani hukuman penjara.

Nasib keluarganya makin miris lagi kalau harus mengingat bakal kehilangan tempat tinggal di Bumi Nyiur.

Veky mengatakan, tak akan tinggal lagi di rumah itu lagi, takut keluarganya kena imbas perbuatannya.

Kepala Lingkungan III Kelurahan Bumi Nyiur Kecamatan Wanea Manado Musa kaget saat sedang beribadah di gereja, Minggu (4/1), tiba-tiba ditelepon lurah, di lingkungannya telah terjadi pembunuhan.

Sekitar pukul 16.30 Wita, ia baru tiba di tempat kejadian perkara. “Saya baru tahu ini, kebetulan Lurah bilang ada kejadian, tapi belum sempat datang karena ada acara gereja,” ujarnya, kemarin.

Ia pun kemudian mencari tahu penyebab pembunuhan itu. Menurut warga setempat yang saat itu terkumpul di sekitar TKP, kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 11.00 Wita.

“Sejak lama di situ (TKP) sering terjadi perselisihan masalah sipat (sengketa lahan),” ujar seorang warga.

Yang berselisih dua keluarga yang sama dalam penyebutan namun beda dalam penulisan, yakni antara keluarga Manopo dan keluarga Manoppo.

Menurut warga, Tedy dibacok di depan rumah Veky. Tedy sempat berjalan hingga tewas di bawah pohon mangga yang tidak jauh dari rumah korban dan tersangka.

Usai membacok Tedy, Veky pun mengejar Yuliana yang sedang berlari menuju ke rumah seorang anggota polisi. Di dekat rumah polisi itulah Veky membantai Yuliana.